Tawakal.
Untuk memperkatakan tentang tawakal, sememangnya mudah. Sangat mudah. Tapi, sejujurnya, adakah kita benar-benar telah meletakkan tawakal kita sepenuhnya kepada Allah s.w.t?
IBADAH HATI
Tawakal adalah ibadah hati, yang lahir dari hati. Ibadah
pula datang dari iman, al-imanu billah,
keimanan & keyakinan kepada Allah s.w.t.
Dan iman itu mencakupi 3 perkara: anggota, lisan & hati.
Dalam konteks tawakal, hati yang melakukan tawakal, tapi
di mana letaknya ibadah anggota & lisan?
Ada seorang sahabat Rasulullah s.a.w yang meninggalkan
untanya tanpa diikatkan pada sesuatu, , lalu ditinggalkan. Rasulullah s.a.w.
bertanya: "Mengapa tidak kamu ikatkan?" Ia menjawab: "Saya sudah
bertawakal kepada Allah." Rasulullah s.a.w. kemudian bersabda: "Ikatlah
dulu lalu bertawakallah."
Tindakan mengikat unta itulah sebenarnya ibadah anggota,
usaha untuk mencapai sesuatu akibat.
Tapi, adakah kerana mengikat unta itu, unta itu pasti
tidak akan hilang atau lari? Andai ditakdirkan Allah s.w.t, ada yang mencuri
unta tersebut, pastinya unta itu akan hilang.
Ibnu Qoyyim Al-Jauzi mentakrifkan tawakal: “Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (penghambaan) hati dengan menyandarkan sesuatu hanya kepada Allah, tsiqah terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahawa Allah akan memberikan segala kecukupan bagi dirinya dengan tetap melaksanakan sebab-sebabnya serta usaha keras untuk memperolehnya.”
USAHA & TAWAKAL, SEBAB & AKIBAT
Kita melakukan sesuatu usaha, untuk mencapai sesuatu matlamat,
untuk memenuhi asbab sesuatu ‘akibat’,
& untuk menyempurnakan ibadah anggota kita. Kalau tak study masakan boleh dapat mumtaz?
Tapi, hakikatnya, ‘akibat’ itu adalah di bawah ketentuan
Allah s.w.t, tanpa ada sedikit pun hubungan dengan usaha kita. Kalau kita
mendapat keputusan yang cemerlang, pada siapa kita sandarkan cemerlang kita
itu?
‘Mungkin aku study
tahun ni lebih, sbb tu dapat mumtaz’
‘Tahun ni aku amalkan study
group, mungkin sebab tu keputusan aku cemerlang’
Kalau kita gagal, kita mungkin akan berkata, ‘aku dah
usaha sehabis baik dah, tapi kenapa gagal jugak.. ‘ – dengan itu kita telah menyandarkan
keputusan kita pada usaha kita.
Allah s.w.t sahaja yang maha tahu apa yang terbaik untuk
kita, baik ianya mumtaz atau maqbul, atau gagal sekali pun. Tawakal
kita sepatutnya meletakkan 100% baik buruk sesuatu perkara dalam hidup kita
kepada Allah s.w.t.
Tawakal & usaha perlu berjalan seiring, tapi kita
perlu memutuskan hubungan sebab-akibat dalam tawakal kita. Usaha kita hanya
untuk memenuhi ibadah anggota, tapi hati kita menyempurnakan tawakal kepada
Allah s.w.t & yakin sepenuhnya dengan keputusanNya.
BEBERAPA DEFINISI TAWAKAL
Tawakal itu merelakan Allah s.w.t menjadi ‘al-wakil’ dalam setiap urusan hidup
kita, meyakini zat Allah s.w.t yang mengurus hambaNya dengan kebaikan.
“Hakikat tawakal adalah hati benar-benar bergantung kepada Allah dalam rangka memperoleh maslahat (hal-hal yang baik) dan menolak mudarat (hal-hal yang buruk) dari urusan-urusan dunia dan akhirat” (Imam Ibnu Rajab)
sekumpulan burung terbang berpagi-pagian di Dumyat |
Memaknai tawakal dari sang burung, berpagi-pagian tanpa
apa-apa tapi pulang dengan kenyang.
"Sungguh, seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, nescaya kamu akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang petang hari dalam keadaan kenyang." (HR At-Tirmidzi)
Tawakal itu kepasrahan hati di hadapan Allah s.w.t,
seperti mana pasrahnya seorang mayat di hadapan org yg memandikannya. Tawakal
itu adalah membiarkan Allah s.w.t memperbuat sekehendaknya, tanpa mempersoalkan
kenapa.
Menyingkap tawakal seorang bayi dalam perut si ibu,
menyerahkan urusannya sepenuhnya kepada Allah s.w.t, kenyang atau laparnya,
hidup atau matinya, sihat atau cacatnya.
MENDIDIK TAWAKAL DALAM HATI
Dalam Al-Quran banyak diceritakan tentang tawakal para
Nabi Allah.
Ingat kisah Nabi Ibrahim a.s yang memusnahkan berhala-berhala
ketika ketiadaan orang-orang kafir? Tiadakah perasaan takut dalam hati Nabi
Ibrahim ketika itu?
Lihat pula kisah Nabi Allah Musa a.s, bagaimana Allah
mendidik tawakal dalam hati Nabi Musa.
Ketika Nabi Musa melihat tongkatnya bertukar menjadi ular
untuk pertama kalinya, masih ada rasa takut dan kurang percaya, sehinggakan
Nabi lari tanpa menoleh (rujuk Al-Qasas:31).
Kemudian, ketika berhadapan dengan penyihir-penyihir
Firaun, Nabi Musa masih merasa takut, tapi hanya dalam hati & tidak
sampai melarikan diri. (rujuk Taha: 67)
Dan ketika Nabi Musa bersama pengikutnya melarikan diri
dari Firaun, Nabi Musa dengan yakinnya berkata: Sekali-kali tidak akan
tersusul. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku. Dia akan memberi petunjuk kepadaku. (rujuk
Asy-Syu’ara:61-62)
Sebagai seorang doktor (atau bakal doktor), seharusnya perlu
sangat-sangat faham tentang tawakal. Doktor perlu berhadapan dengan pesakit,
merawat pesakit. Dan usaha merawat pesakit itu tidak lebih hanya sekadar
ikhtiar kita untuk menyembuhkan pesakit, tapi kuasa yang menyembuhkan itu
adalah Allah. Zahirnya seperti kita bergantung kepada ubat-ubatan & teknologi
moden untuk diagnosis & merawat, tapi hakikatnya Allahlah yang
menyembuhkan.
Didiklah tawakal dalam hati kita. Manifestasi tawakal akan membuahkan ketenangan dalam hidup.
Fudhail bin I'yad ketika kematian anak kesayangannya, tertawa dan berkata: "Sesuatu yang Allah mencintainya, aku pun mencintainya, Sesuatu yang Allah kehendaki, maka aku pun mencintai yang Allah kehendaki & pilih"
Tiada istilah depression dalam orang yang bertawakal. Depression hanya untuk orang-orang yang tidak memaknai tawakal dalam hidup mereka!
ۚ عَلَى ٱللَّهِ تَوَكَّلْنَا ۚ رَبَّنَا ٱفْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِٱلْحَقِّ وَأَنتَ خَيْرُ ٱلْفَٰتِحِينَ
"Hanya kepada Allah kami bertawakal, Ya Tuhan kami,
berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak. Engkaulah pemberi
keputusan yang terbaik."
(Al-Mumtahanah: 89)
Wallahu'alam
- Mumtaz: cemerlang
- Maqbul: lulus
Apabila manusia yakin dengan janji2 Allah, tawakkal memenuhi hati,barulah hati tenang.. :)
ReplyDelete