Aug 17, 2008

[KKN 1]

Teman Baru~

Janggal rasanya bila berada di sekitar orang yang tidak dikenali. Sana sini melihat wajah-wajah baru, aku tidak kenal mereka & mereka juga lebih-lebih lagi tidak mengenal aku. Belum ada kesempatan aku berta’aruf dengan warga Desa Polewali. Biar secara rasmi mahupun tidak rasmi. Kehadiran aku & teman-teman hanya cukup di kenal sebagai anak KKN UNHAS.

Itulah yang aku alami beberapa waktu dulu. Hanya setelah dua minggu berada di bumi Pinrang ini, aku lebih mengenali mereka, terutama anak-anak desa. Ika, Ryan & Irfan menyapa aku pagi itu..

“Ke mana ki kak!?!” Teriak Ika yang sedang bermain di Sekolah Dasar. Kebetulan, aku melewati bangunan-bangunan sederhana SD Negeri 107 Bela-Belawa (Sekolah Dasar adalah setara dengan Sekolah Rendah di Malaysia, dengan 6 tingkat kelas bermula usia 6-11 tahun)

“Jalan-jalan dik..! Jalan pagi..” dengan senang hati aku membalas sapaannya. Aku terus melangkah.

“Ikut kak! Ikut..!” Sekali lagi aku menoleh. Adik-adik itu ternyata sedang berlari ke arahku.

“Oh, ayuh mi..kita jalan-jalan..” tidak dapat tidak aku harus memberikan jawapan yang positif.

Bukan tidak mahu bersama mereka, tapi sebetulnya lebih selesa untuk bersendirian. Menikmati suasana pagi yang hening. Dingin & damai.

Hmm..biarla diorang ikut. Kalau tak, sampai bila pun aku takkan kenal diorang. Senyum-senyum kambing je tiap kali selisih kat bawah rumah..

Suasana pagi di Dusun Bela-Belawa


Ika & Irfan dua bersaudara merupakan cucu Pak Imam Munir, tuan rumah yang kami duduki. Sering saja aku melihat mereka di sekitar rumah, pagi, petang, siang dan malam. Dan selama ini aku hanya tersenyum, menyapa dengan sapaan sekadarnya. Ryan juga sering bermain-main bersama, tentunya tinggal tidak jauh dari posko kami.

“Kakak rencana mau ke kuburan..” Aku memulakan perbualan.

“Mau foto ya? Cantik memang di sana kak..!” Benar, di tanganku tergenggam kemas kamera Sony Cybershot DSC-S750 dengan 7.2 mega pixels milik teman Protestantku, Jeane Fermita. Dan benar, tujuanku ke kuburan untuk ‘memburu’ pemandangan-pemandangan cantik untuk aku mengaplikasikan ilmu-ilmu iPhotoku. Tapi itu bukanlah hasrat yang utama. Papan tanda merah yang menuntun ke arah perkuburan Bela-Belawa itu benar-benar menarik perhatianku semenjak pertama kali aku melewati persimpangan itu. Terasa benar-benar terpanggil untuk berziarah ke halaman sepi itu, sekadar untuk mengingatkan diri terhadap sesuatu yang pasti aku lalui. Semua orang tahu & sedar akan kedatangan detik itu, tapi tidak banyak yang sentiasa berwaspada tentang itu. Semoga aku tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai.


Perkuburan Bela-Belawa 200 M
“Cantik ya kalau di sana..? Hmm, kalo begitu ayo kita ke sana aja” Aku masih berbasa basi dengan teman-teman baruku ini. Sulit menjelaskan kepada mereka tentang hasrat yang tersimpan di hati. Sulit menjelaskan dan sulit pula mereka memahaminya nanti. Tak perlulah aku menjadikannya terlalu kompleks. Ehe, simplify ur life!

Pagi itu kami hanya melewati beberapa petak sawah di pinggir jalan, dan bergerak kembali ke SD Negeri 107. Dan tentunya dengan beberapa picture shot!

“Hmm..di kuburan itu ada apa..?” sengaja aku memancing mereka petang itu. Kali ini, kami nekad untuk ke kuburan memandangkan hasratku pagi tadi tidak kesampaian. Tapi kelihatannya mereka masih dibayangi mitos-mitos pocong yang sinonim dengan kuburan. Mitos? Ehm, entah. Alam ghaib itu tidak aku nafikan kewujudannya, tapi aku tidak melihatnya sebagai sesuatu yang perlu ditakuti. Sebaliknya hanya pada AlKhaliq yang Maha Dahsyat siksanya yang selayaknya di takuti.

“Ada kubur, tempat orang mati, banyak..” serentak mereka bertiga menjawab. Memang kelihatan remeh pertanyaanku tadi, tapi aku cuba menyampaikan sesuatu.

“Orang-orang mati tu.. siapa saja..?” aku memancing lagi. Hasratku tidak lain hanya sekadar membetulkan persepsi bahawa kawasan perkuburan itu bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan, sebaliknya umat Islam digalakkan menziarahi tempat persinggahan itu demi mendapatkan peringatan tentang detik yang pasti itu.

“Orang-orang mati lah! Ada mama’nya Ryan di situ..” Ika sebagai yang paling tua mewakili adik-adiknya. Oh! Aku agak terkejut. Rupa-rupanya Ryan sudah tidak beribu. Wanita itu meninggal ketika melahirkan anak pertamanya yang kini berada di sampingku. Ryan Budiawan, kini menjadi anak yatim. Lebih suram kehidupannya apabila ayahnya pula meninggalkannya untuk bersama dengan wanita yang dikira lebih pantas untuk di dampingi. Tinggallah dia bersama neneknya di desa ini. Tatkala Ika bercerita perihal Ryan, aku memandang wajah tidak bersalah itu. Ryan hanya tunduk melihat tanah. Tiada riak sedih mahupun kecewa dengan kisah hidupnya. Mungkin jiwa anak-anaknya masih belum dapat mengerti sepenuhnya akan tragedi yang melanda.

“Yang di kuburan itu semua kan manusia juga toh? Seperti kita-kita juga... Nah, kita nanti bagaimana, akan ke sana juga kan?” Aku cuba sampaikan mesej ini dengan kata-kata yang paling simple, mudah-mudahan mereka memahami maksudku.

“Jadi, tidak ada yang harus kita takutkan dik. Kita hanya perlu takut pada siapa?”

“Allah...!!” Teriakan mereka memecah keheningan petang itu.

“Ya, pintar semua...! Ayo, kita jalan lagi..” Perbualan kami terhenti seketika sedang kaki terus melangkah. Tapi entah kenapa dan bagaimana (aku pun lupe..) kami membatalkan hasrat ke kuburan, sebaliknya kami ke sawah. Kali ni, kami benar-benar masuk ke dalam, ke kawasan sawah yang terbantang luas, saujana mata memandang. Dari jalan kampung, kami melintasi denai-denai hampir 7 minit. Sambil aku mempelajari beberapa kata dalam bahasa Bugis...

Bembe = kambing
Lame = Ubi
Awu’ = Bambu
Paria = peria
Loka = pisang
Kaluku = kelapa
Bojok = Labu
Panasa = Nangka
Kaniki = Betik
Dongi-dongi = Burung
Maccule = Main-main

Di sawah, aku terpegun melihat indahnya lapangan hijau yang terbentang luas. Beberapa pohon rendang memasak di tanah, bukit-bukit tinggi kelihatan samar-samar seperti berada di hujung dunia. Mendung langit petang itu juga cukup memberikan kesan yang mendamaikan. Tenang rasa hati.

Irfan (8 tahun), Ryan Budiawan (9 tahun) & Ika (12 tahun)

Seperti seorang pelancong bersama beberapa ‘pemandu pelancong kecil’, mereka membawaku menjelajah sawah yang luas itu. Mereka menunjukkan padaku yang namanya pohon paria, pohon jambu biji (pink guava), sumur di tengah sawah dan macam-macam lagi. Ya, aku anak kota yang jarang dapat melihat semua ini. Dan aku bangga dapat menghabiskan petangku bersama mereka di tengah-tengah sawah yang menghijau ini. Puas rasanya, walaupun sudah mulai terasa letih setelah melangkah ke hampir setengah keluasan sawah. Akhirnya kami pulang menjelang Maghrib, bersama beberapa orang anak-anak desa yang kebetulan bermain basikal di jalan-jalan denai yang kami lewati.

“Dadaa.. ketemu lagi besok ya!” Aku mengakhiri pertemuan petang itu.

Demikianlah antara detik-detik pertama aku mengenali mereka. Dan semenjak itulah, lebih banyak anak-anak desa sering ke posko. Irfan, Rimba, Ryan, Idris, Ayu, Ippa, MIla dan lain-lain. Tidak seperti warga kota yang sering ku bergelut dengannya, anak-anak desa ini cukup ramah & mudah berteman. Tanah, batu & dedaun menjadi permainan mereka sehari-hari. Kehidupan mereka sehari-hari sebetulnya penuh dengan kesederhanaan, berdikari & ceria. Dan sungguh, banyak yang aku pelajari dari mereka. Tentang hidup..


Idris (7 tahun), Irfan (8 tahun) & Rimba (8 tahun) bersama teman poskoku, Mitha (belakang)

Aku sedikit kagum dengan mereka. Kagum kerana mereka anak yang berdikari. Terbiasa dengan hidup yang sederhana membuatkan mereka tidak terlalu ‘demand’, terima apa adanya. Namun ada bibit-bibit simpati dalam hatiku, mengenangkan masa depan mereka. Entah apa yang menanti mereka di hadapan, entah ada atau tidak peluang & ruang untuk mereka memperbaiki taraf kehidupan mereka. Potensi mereka besar, aku dapat melihatnya. Hanya saja mereka perlu diberikan peluang untuk menonjolkan potensi mereka.. semoga mereka kelak menjadi orang yang berguna pada agama & negara..

Yang pasti, mereka telah melakar warna dalam kehidupanku. Mereka akan menjadi sebuah sejarah dalam catatan hidupku, dan mereka akan ku rindui satu hari nanti!

No comments:

Post a Comment